Home »
Shahih Al Bukhari
» 25. Kitab Haji
25. Kitab Haji
KITAB HAJI
Bab 1: Wajib Haji dan Keutamaannya, dan Firman Allah, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."(Ali Imran: 97)
750. Abdullah bin Abbas رضي الله عنه berkata, "Al-Fadhl bin Abbas mengiringi Rasulullah, lalu datang seorang wanita dari Khats'am. Kemudian al-Fadhl melihat kepadanya dan wanita itu melihat Fadhl. Lalu, Nabi mengalihkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Wanita itu berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan hamba-Nya untuk haji. Ayahku terkena kewajiban itu, namun ia sudah tua bangka, tidak kuat duduk di atas kendaraan. Apakah saya menghajikannya?' Beliau menjawab, 'Ya.' Hal itu pada Haji Wada'."
Bab 2: Firman Allah, "Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka." (al-Hajj: 27-28)
751. Ibnu Umar رضي الله عنه berkata, "Saya melihat Rasulullah mengendarai kendaraannya di Dzul Hulaifah. Kemudian beliau membaca talbiyah dengan suara keras sehingga kendaraan itu berdiri tegak."
752. Jabir bin-Abdullah رضي الله عنه mengatakan bahwa Rasulullah memulai ihram dari Dzul Hulaifah. Yaitu, ketika beliau telah siap berada di atas kendaraan beliau. Diriwayatkan oleh Anas dan Ibnu Abbas.[1]
[1] Hadits Anas akan disebutkan secara maushul di sini (27-BAB), dan hadits Ibnu Abbas disebutkan pada (33-BAB).
Bab 3: Melakukan Haji dengan Naik Kendaraan
Umar رضي الله عنه berkata, "Pergilah dengan berkendaraan untuk mengerjakan ibadah haji. Sebab, sesungguhnya haji itu adalah salah satu dari dua macam jihad."[2]
753. Abu Tsumamah bin Abdullah bin Anas berkata, "Anas menunaikan haji di atas kendaraan, dan ia itu bukan orang yang pelit. Ia menceritakan bahwa Rasulullah menunaikan haji dengan naik kendaraan. Kendaraan itulah yang mengangkut beliau dan barang-barang beliau." (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan secara bersanad juga secara mu'allaq bagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 178 di muka.")
[2] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Said bin Manshur dengan isnad yang sahih.
Bab 4: Keutamaan Haji Mabrur
754. Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, "Nabi ditanya, 'Amal apakah yang lebih utama?' Beliau bersabda, 'Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.' Ditanyakan, 'Kemudian apa?' Beliau bersabda, 'Berjuang di jalan Allah.' Ditanyakan, 'Kemudian apa?' Beliau bersabda, 'Haji yang mabrur.'"
755. Aisyah Ummul Mukminin رضي الله عنها berkata, "Wahai Rasulullah, kami melihat bahwa jihad (berperang) itu seutama-utama amal, apakah kami tidak perlu berjihad?" Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, 'Tidak, bagi kalian jihad yang paling utama adalah haji mabrur." (Dalam satu riwayat: Rasulullah ditanya oleh istri-istri beliau tentang haji, lalu beliau bersabda, "Sebaik-baik jihad adalah haji." 3/221)
756. Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, "Saya mendengar Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang haji (ke Baitullah 2/209) karena Allah, ia tidak berkata porno dan tidak fasik (melanggar batas-batas syara'), maka ia pulang seperti hari ketika dilahirkan oleh ibunya.'"
Bab 5: Ketentuan Miqat-Miqat Ibadah Haji dan Umrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 88 di muka.")
Bab 6: Firman Allah, "Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa." (al-Baqarah: 197)
757. Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, "Penduduk Yaman pergi haji dan mereka tidak menyiapkan bekal apa pun untuk perjalanan mereka. Bahkan, mereka berkata, 'Kita semua bertawakal kepada Allah.' Apabila mereka telah tiba di Mekah, mereka meminta-minta kepada orang banyak. Kemudian Allah menurunkan ayat yang berbunyi, 'Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.'"
Bab 7: Tempat Ihram Penduduk Mekah Untuk Haji dan Umrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan sesudah bab berikut ini.")
Bab 8: Miqat Penduduk Madinah dan Mereka Tidak Boleh Memulai Ihram Sebelum Berada Di Dzul Hulaifah
[3]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada dua bab sebelum ini.")
[3] Al-Hafizh berkata, "Penyusun (Imam Bukhari) mengistimbat dari membawakan kabar ini dengan redaksi kalimat berita, 'Penduduk Madinah berihram' dengan maksud menetapkan ketentuan seperti itu. Apalagi tidak diriwayatkan dari seorang pun yang naik haji bersama Nabi bahwa beliau berihram sebelum Dzul Hulaifah. Kalau miqatnya telah ditentukan, niscaya mereka bersegera ke sana. Karena ke sana itu lebih sulit yang sudah tentu pahalanya lebih banyak."
Bab 9: Permulaan Tempat Ihram Penduduk Syam
758. Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, "Rasulullah telah menetapkan miqat (tempat mulai berihram haji atau umrah), yaitu bagi orang Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dari al-Juhfah, orang Najed dari Qarnul Manazil, orang Yaman dari Yalamlam, itu semua bagi mereka dan bagi orang-orang yang dari tempat-tempat itu walaupun bukan penduduk tempat itu, yang akan ihram haji atau umrah. Adapun orang-orang yang tempatnya lebih dekat ke Mekah dari tempat-tempat itu, maka ihramnya dari tempat tinggalnya (dalam satu riwayat: dari mana saja ia datang). Begitulah, sehingga penduduk Mekah berihram dan talbiyah dari Mekah."
Bab 10: Permulaan Tempat Ihram Ahli Najed
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang diisyaratkan di muka.")
Bab 11: Permulaan Tempat Ihram Orang yang Tidak Berada Pada Miqat-Miqat yang Tertentu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang diisyaratkan di muka.")
Bab 12: Permulaan Tempat Ihram Penduduk Yaman
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Ibnu Abbas yang diisyaratkan di atas.")
Bab 13: Zatu Irqin Untuk Penduduk Irak
759. Ibnu Umar رضي الله عنه. berkata, "Setelah ke dua negeri ini (Kufah dan Bashrah) dikalahkan (menyerah), mereka datang kepada Umar dan berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Rasulullah telah menentukan Qarn untuk tempat ihram orang-orang dari Najed. Tetapi, Qarn itu menyimpang dari jalan kami. Sedangkan, kalau kami pergi ke Qarn lebih dahulu, tentu akan menyulitkan bagi kami.' Umar berkata, 'Telitilah tempat yang sejajar dengan Qarn itu di jalan yang kamu lalui.' Maka, ditetapkannya Zatu Irqin untuk mereka."
Bab 14: Keluarnya Nabi Melalui Jalan Syajarah
760. Abdullah bin Umar رضي الله عنه mengatakan bahwa Rasulullah keluar dari jalan Syajarah dan masuk dari jalan Mu'arras. Sesungguhnya Rasulullah apabila berangkat ke Mekah, beliau shalat di masjid Syajarah. Apabila beliau pulang, maka beliau shalat di Dzul Hulaifah di Bathnul Wadi, dan bermalam sehingga pagi.
Bab 15: Sabda Nabi , "Al-'aqiq Adalah Lembah yang Diberkahi."
761. Umar رضي الله عنه berkata, "Saya mendengar Rasulullah di Wadil 'Aqiq bersabda, 'Tadi malam datang kepadaku utusan dari Tuhanku, ia berkata, 'Shalat lah di lembah yang diberkahi ini, dan ucapkanlah, 'Umrah dalam (dan dalam satu riwayat: dan 8/155) haji (Ihram umrah dan haji bersama-sama).'"
762. Musa bin Uqbah dari Salim bin Abdullah (Ibnu Umar) dari ayahnya dari Nabi, bahwa ia berkata, "Nabi pernah menerima wahyu ketika beliau sedang istirahat dalam suatu perjalanan di perut lembah di Dzul Hulaifah. Diwahyukan kepada beliau, 'Sesungguhnya engkau sedang berada di Bath-ha' yang diberkahi.' Salim menghentikan kami di tempat pemberhentian yang Abdullah pernah berhenti di situ, mencari tempat berhentinya Rasulullah. Letaknya ialah di bagian bawah dari masjid yang ada di pertengahan lembah yang ada antara mereka dengan jalan. Yakni, pertengahan antara tempat yang disebutkan itu.
Bab 16: Membersihkan Wangi-Wangian dari Pakaian Sebanyak Tiga Kali
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ya'la yang akan disebutkan pada "26-AL-UMRAH / 10'.")
Bab 17: Wangi-Wangian Ketika Ihram dan Pakaian yang Dipakai Ketika Akan Berihram, Perihal Menyisir Rambut dan Menggunakan Minyak
Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, "Orang yang sedang ihram boleh mencium wewangian, bercermin, dan berobat dengan apa yang biasa ia makan seperti minyak dan samin."[4]
Atha' berkata, "Boleh memakai cincin dan mengenakan kain yang berkantong."[5]
Umar رضي الله عنه melakukan thawaf ketika sedang ihram, sedangkan ia mengikat perutnya dengan kain.[6]
Aisyah رضي الله عنها tidak menganggap bersalah terhadap orang-orang yang hanya mengenakan simpak (cawat) ketika menjalankan sekedupnya.[7]
763. Manshur dari Sa'id bin Jubair, berkata, "Ibnu Umar memakai minyak,[8] lalu hal itu kuberitahukan kepada Ibrahim.[9] Lalu, Ibrahim berkata, 'Jika engkau tidak menyetujui itu, maka bagaimanakah pendapat engkau perihal ucapan Ibnu Umar yang menyatakan, 'Aku diberi tahu oleh Aswad dari Aisyah, ia berkata, 'Seakan-akan aku dapat melihat (dan dalam satu riwayat: Aku mengenakan wewangian pada Rasulullah ketika beliau hendak ihram 7/61) (dengan parfum yang paling wangi yang beliau miliki, hingga aku dapati 7/60) mengkilatnya minyak wangi pada dahi Nabi (dan jenggotnya) ketika beliau berihram.'"
764. Abdur Rahman ibnul-Qasim (orang yang paling utama pada zamannya 2/195) dari ayahnya (orang yang paling utama pada zamannya) Aisyah istri Nabi, ia berkata, "Saya mengenakan minyak wangi kepada Rasulullah (dan dia membentangkan kedua tangannya), (dengan kedua tanganku ini) (dengan suatu jenis harum-haruman pada waktu haji wada' 7/61) untuk ihram ketika beliau berihram, dan pada waktu halal setelah beliau tahalul (di Mina 7/60) sebelum beliau thawaf di Baitullah (dan dalam satu riwayat: sebelum thawaf ifadhah)."
[4] Mengenai masalah mencium wewangian, maka riwayat ini di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih. Adapun mengenai masalah memandang dalam cermin (bercermin), maka hal ini di-maushul-kan oleh ats-Tsauri di dalam Al-Jami' dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih darinya (Ibnu Abbas).
[5] Di-maushul-kan oleh Daruquthni dengan isnad yang di dalamnya Ibnu Ishaq meriwayatkannya secara mu'an'an. Himyan itu kantong yang menyerupai tali celana, untuk menaruh uang di dalamnya, dan diikat bagian tengahnya.
[6] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i nomor 949 dengan sanad yang lemah.
[7] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dari jalan Abdur Rahman ibnul-Qasim dari ayahnya, dari ayahnya, dari Aisyah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Fath.
[8] Ketika ihram, dengan syarat tidak harum baunya, sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi dari jalan lain dari Ibnu Umar secara marfu', dan sanadnya lemah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya secara mauquf, dan ini adalah yang paling sahih sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Disebutkan oleh penyusun pada "29- BAB".
[9] Yakni, saya sebutkan kepada Ibrahim bin Yazid an-Nakha'i perkataan Ibnu Umar mengenai hal itu. Lalu Ibrahim berkata, "Apa yang engkau perbuat terhadap perkataannya?" Di dalam riwayat ini tidak disebutkan perkataan Ibnu Umar yang diisyaratkan itu, dan perkataan itu terdapat dalam riwayat lain yang telah disebutkan di muka pada "5 Al-GHUSL / 12 - BAB" dari Ibnu Umar, dia berkata, "Saya tidak suka berihram dengan mengenakan wewangian." Imam Muslim menambahkan, "Sungguh, saya melumuri pakaian dengan aspal itu lebih saya sukai daripada saya berbuat begitu." Dalam riwayat ini terdapat pengingkaran terhadap Aisyah. Silakan Anda baca! Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Dalam hal itu Ibnu Umar mengikuti ayahnya. Karena, ayahnya tidak suka terus-menerus mengenakan wewangian sesudah ihram sebagaimana akan disebutkan nanti. Sedangkan, Aisyah mengingkari hal itu. Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari jalan Abdullah bin Umar bahwa Aisyah berkata, 'Tidak mengapa seseorang mengenakan wewangian ketika hendak ihram.' Abdullah berkata, 'Saya memanggil seorang laki-laki ketika saya duduk di sebelah Ibnu Umar. Lalu, saya suruh orang itu datang kepada Aisyah, sedangkan saya sudah mengetahui apa yang pernah dikatakannya. Tetapi, saya ingin mendengar dari Aisyah. Lalu utusan saya itu datang dan berkata, 'Sesungguhnya Aisyah berkata, 'Tidak mengapa mengenakan wewangian ketika hendak ihram, maka kenakanlah apa yang engkau pandang perlu.' Abdullah bin Abdullah bin Umar berkata, 'Maka, Ibnu Umar diam saja.'" Salim bin Abdullah bin Umar juga tidak sependapat dengan ayahnya dan kakeknya mengenai masalah itu berdasarkan hadits Aisyah. Ibnu Uyainah berkata, "Aku telah diberi tahu oleh Amr bin Dinar dari Salim bahwa ada seseorang yang membicarakan perkataan Umar mengenai masalah wewangian, lalu Salim berkata, 'Aisyah berkata, '...' (sebagaimana dalam hadits itu). Salim berkata, 'Sunnah Rasulullah lebih berhak untuk diikuti.'" Saya (al-Albani) berkata, "Demikianlah hendaknya aplikasi 'ittiba'' kepada Rasulullah. Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada bapak-bapak yang telah meninggalkan anak-anak ideal yang lebih mendahulukan sunnah Rasulullah daripada ijtihad orang tuanya sendiri. Maka, di manakah posisi orang-orang belakangan yang sudah demikian jelasnya sunnah Rasulullah bagi mereka dalam masalah ini, kemudian mereka tidak mengikutinya, dan lebih mengutamakan bertaklid kepada mazhab atau jumhur dengan alasan bahwa mereka lebih mengerti sunnah daripada kita? Bukankah Umar dan putranya Abdullah itu secara umum lebih mengerti sunnah daripada Abdullah dan Salim dua orang anak Ibnu Umar? Maka, apakah gerangan yang mendorong keduanya menyelisihi ayah dan kakeknya? Apakah karena mereka berkeyakinan lebih mengerti daripada ayah dan kakeknya? Tidak mungkin mereka bersikap begitu! Sikap mereka yang demikian itu hanyalah semata-mata karena adanya sunnah yang mereka ketahui, dan ini bukan berarti bahwa mereka lebih mengerti sunnah secara keseluruhan daripada ayah dan kakeknya. Maka, apakah orang-orang yang suka taklid itu mau mengambil pelajaran dari peristiwa ini, dan mengistimewakan Rasulullah untuk diikuti?'"
Bab 18: Orang yang Memulai Ihram dengan Mengikat Rambut
765. Dari Salim dari ayahnya (Ibnu Umar) رضي الله عنه, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah membaca talbiyah dengan suara keras dengan mengikatkan kain di kepalanya sambil mengucapkan (dan dalam satu riwayat: Bahwa bacaan talbiyah Rasulullah 2/147):
'Labbaika Allahumma labbaik, laa syariika laka labbaik, innal-hamda wan-ni'mata laka wal-mulka, laa syariika laka'
'Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat adalah kepunyaan-Mu, demikian pula kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu (dengan tidak menambah kalimat lain dari ini. 7/59)'."
Bab 19: Memulai Ihram di Masjid Dzul Hulaifah
766. Salim bin Abdullah mendengar ayahnya berkata, "Rasulullah tidak membaca talbiyah dengan suara keras melainkan dari sisi masjid, yakni masjid Dzul Hulaifah."
Bab 20: Pakaian yang Tidak Boleh Dikenakan Oleh Orang yang Berihram
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang tersebut pada nomor 89 di muka.")
Bab 21: Naik Kendaraan dan Membonceng di Belakang Ketika Mengerjakan Haji
767. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Usamah membonceng Nabi dari Arafah sampai Mudzalifah. Kemudian beliau memboncengkan al-Fadhl dari Mudzalifah sampai ke Mina. Ia, berkata, "Nabi selalu membaca talbiyah dengan suara keras sehingga beliau melempar jumrah Aqabah."
Bab 22: Pakaian yang Boleh di Pakai Oleh Orang Berihram, Selendang dan Kain Panjang
Aisyah رضي الله عنها mengenakan pakaian yang dicelup warna kuning ketika dia sedang ihram.[10]
Aisyah berkata, "Janganlah menutup hidung/muka dengan kain, janganlah memakai cadar, janganlah mengenakan pakaian yang dicelup dengan waras,[11] dan jangan mengenakan pakaian yang dicelup dengan za'faran."[12]
Jabir berkata, "Saya tidak melihat kain yang dicelup kuning itu sebagai wewangian."[13]
Aisyah memandang tidak terlarang mengenakan perhiasan, kain hitam, merah mawar, dan mengenakan khuf (kaos kaki) bagi wanita.[14]
Ibrahim berkata, 'Tidak mengapa orang yang berihram mengganti pakaiannya."[15]
768. Abdullah Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, "Nabi berangkat dari Madinah setelah bersisir dan meminyaki rambut, dan mengenakan kain dan selendang. Beliau tidak melarang sedikit pun dari selendang dan kain kecuali yang dicelup dengan za'faran yang za'faran itu melekat di kulit. Beliau memasuki waktu pagi di Dzul Hulaifah, dan beliau mengendarai kendaraan beliau. Sehingga, beliau tinggal di Baida'. Beliau dan para sahabat membaca talbiyah (untuk haji 2/35), dan beliau mengalungi unta beliau. Demikian itu lima hari (dalam satu riwayat: pagi hari keempat) terakhir Dzulqai'dah, lalu beliau tiba di Mekah pada empat malam (dalam satu riwayat: pagi hari keempat) dari bulan Dzulhijjah, lalu beliau melakukan thawaf di Baitullah. Beliau melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Beliau tidak bertahalul karena unta beliau, karena beliau telah mengalunginya. Kemudian beliau singgah di daerah atas Mekah di Hajun di mana beliau membaca talbiyah untuk haji. Beliau tidak mendekati Ka'bah setelah thawaf di sana sehingga beliau pulang dan Arafah, dan menyuruh para sahabat untuk thawaf di Baitullah dan (sa'i) antara Shafa dan Marwah. Kemudian mereka mencukur sebagian kepala mereka, dan bertahalul. (Dalam riwayat lain: Lalu beliau memerintahkan mereka menjadikannya sebagai umrah), dan yang demikian itu bagi yang tidak membawa unta yang dikalungi. Bagi orang yang bersama istrinya, maka istrinya itu halal baginya. Halal juga harum-haruman serta pakaian."
[10] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad yang sahih dari Aisyah.
[11] Tumbuhan berwarna kuning yang sangat harum baunya yang biasa digunakan untuk mencelup pakaian menjadi warna kuning kemerah-merahan, baunya sangat terkenal di Yaman.
[12] Di-maushul-kan oleh Baihaqi 5/52 tanpa menggunakan kata-kata "memakai cadar", dan sanadnya sahih.
[13] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i (969) dengan isnad yang lemah.
[14] Di-maushul-kan oleh Baihaqi (5/52) dengan sanad yang di dalamnya terdapat orang yang tidak menyebutkan darinya dengan tidak menyebut khuf dan merah mawar. Adapun tentang khuf, maka diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Umar. Muwarrad adalah sesuatu yang dicelup warna mawar, dan hal ini akan diriwayatkan secara maushul dalam bab Thawaf Kaum Wanita pada akhir hadits Atha' dari Aisyah.
[15] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah.
Bab 23: Orang yang Bermalam di Dzul Hulaifah Sampai Pagi Hari
Demikian dikatakan oleh Ibnu Umar dari Nabi'صلی الله عليه وسلم [16
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang akan disebutkan sesudah tiga bab lagi.")
[16] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari pada nomor 760 di muka.
Bab 24: Mengeraskan Suara pada Waktu Memulai Ihram
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang diisyaratkan di muka.")
Bab 25: Talbiyah
769. Aisyah رضي الله عنها berkata, "Sungguh aku mengetahui bahwa Nabi mengucapkan talbiyah, yaitu:
'Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laasyariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka'
'Kami penuhi pangilan-Mu, ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu. Kami penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, kami penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan adalah bagi-Mu'."
Bab 26: Bertahmid, Bertasbih, dan Bertakbir Sebelum Mengerjakan Ihram Ketika Menaiki Kendaraan
770. Anas رضي الله عنه berkata, "Rasulullah dan kami shalat zhuhur empat rakaat di Madinah dan shalat ashar dua rakaat di Dzul Hulaifah. Kemudian beliau bermalam di sana sampai pagi. Kemudian beliau berkendaraan sehingga ketika kendaraan itu sampai di Baida', beliau memuji Allah, beliau membaca tasbih dan bertakbir. Kemudian beliau membaca talbiyah untuk haji dan umrah, dan seluruh manusia membaca talbiyah (dan saya mendengar mereka mengeraskannya) untuk haji dan umrah. (Dan dalam satu riwayat: Saya membonceng Abu Thalhah, dan mereka mengeraskan talbiyah untuk haji dan umrah 4/14). Ketika kami datang, beliau menyuruh manusia bertahalul, maka mereka bertahalul. Sehingga, pada hari tarwiyah mereka membaca talbiyah untuk haji, dan Nabi menyembelih beberapa ekor unta dengan tangan beliau sambil berdiri. Di Madinah Rasulullah menyembelih dua ekor kibas yang gemuk."
Bab 27: Orang yang Memulai Berihram di Waktu Kendaraannya Siap Untuk Membawanya Berangkat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada nomor 751 di muka.")
Bab 28: Memulai Ihram dengan Menghadap Kiblat
Nafi' berkata, "Ibnu Umar apabila telah selesai mengerjakan shalat subuh di Dzul Hulaifah, ia menyuruh menyediakan kendaraannya. Kemudian ia menaikinya. Ketika kendaraannya telah siap membawanya berangkat, ia menghadap kiblat sambil berdiri. Kemudian ia membaca talbiyah sehingga sampai di tanah Haram. Kemudian ia berhenti bertalbiyah. Sehingga, apabila ia sampai di Dzi Thuwa (suatu lembah terkenal di dekat Mekah), ia bermalam di sana. Ketika ia selesai mengerjakan shalat subuh, ia mandi. Ia menduga bahwa Rasulullah melakukan hal itu."[17]
771. Nafi' berkata, "Apabila Ibnu Umar hendak pergi ke Mekah, lebih dahulu ia memakai minyak yang tidak harum. Kemudian ia pergi ke Masjid al-Hulaifah, lalu shalat. Sesudah itu ia naik kendaraan. Ketika kendaraannya telah siap membawanya dengan berdiri, ia pun mulai berihram. Kemudian ia bekata, 'Beginilah yang saya lihat yang dilakukan oleh Nabi.'"
[17] Diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), tetapi di-maushul-kan oleh Abu Nu'aim dalam al Mustakhraj.
Bab 29: Mengucapkan Talbiyah Apabila Orang yang Berihram Itu Turun di Lembah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada '60-AL ANBIYA / 8'- BAB'.")
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar